13 March 2014

Kerdipan mata untuk Imam

Emang Imam bisa dikerdipin? Siapa berani kerdipin Imam?
Hal yang sedikit langka yang bisa dilakukan. Apalagi belum nanti dikira kerdipan ala cabe-cabean.  Terlebih kepada Imam shalat. Siapa berani?
Dengan lagak yang sok cool saya melakukannya. Karena saya kenal Imamnya. hee
Baiklaah...simak ceritanya yaa...siapa tahu bisa sampean2 praktekan dilain waktu dan kesempatan.

Adzan berkumandang, semua alat-alat elektronik dimatikan dan itu tanda aktifitas rangkaian waktu maghrib dimulai...
Ya, waktunya shalat maghrib. Semua aktifitas dihentikan...dan ready berangkat ke Mushala. Di rumah kebetulan yang paling dekat adalah mushala.

Saya dan ibu biasa jalan kaki. Sedangkan adek bungsu biasa naik sepeda mininya. Kalau bapak selalu berkendara motor dengan adek tengahan.
Di lingkungan kami kebetulan ada pujian disela-sela adzan dan iqomah. Dan ketika terlihat kilauan lampu motor bapak dari kejauhan itu tanda pujian mulai dihentikan. Dan saat bunyi "biibb" dari motor bapak, maka sudah waktunya iqamah.
Bapak sudah ada, kenapa belum dimulai shalat-nya. Saya yang diseberang melihat-lihat dimana posisi bapak. Daaan taraa mulai lah aksi "kerdipan pertama" diiringi kerdipan berikutnya. hehe
Bapak mulai mengerti kalau makmum perempuan sudah menunggu. Dan seraya berlalu bapak bertanya "Nunggu mbah Kun dulu, mbah Kun kemana kok belum datang?"
"Mbah Kun sedang tidak enak badan, jadi tidak ke mushala", jawab putri mbah Kun

Yeaah!! di mushala kecil ini kekeluargaan sangat akrab. Jadi siapa yang belum datang ditunggu barang sebentar. Tapi biasanya untuk laki-laki.
Dan kebiasaan bapak menunggu siapa yang belum datang (makmum laki-laki yang kebanyakan mbah-mbah kakung)
Bapak punya inisiatif tersendiri agar mbah-mbah tersebut tidak tertinggal shalat berjamaah. Tentu tetap memperhatikan waktu shalat

Dan sekarang, mbah Kun tidak akan pernah ditunggu. Tidak akan pernah menunggu mbah Kun, dan mungkin kerdipan mata untuk Imam pun tak akan sesering dulu. Karena mbah Kun terlebih dulu dipanggil oleh Allah.
Beberapa hari sebelum mbah Kun meninggal bapak sudah mulai mendengar kata-kata mbah Kun yang sedikit nglantur. Tapi bapak tidak mengartikan itu sebagai pertanda. Dan memang kematian itu adalah hal yang paling dekat dengan kita. Mau tua atau muda tidak pernah ada yang tau kapan waktu kematian itu tiba. Akan tetapi waktu itu pasti akan datang dan sudah tertulis di lauhul mahfuz.
Tidak ada tanda-tanda mbah Kun akan menghadap Allah terlebih dahulu. Saya ingat betul mbah Kun punya keinginan menonton pertunjukan wayang di lapangan desa yang kebetulan berada di belakang rumah. Tapi ternyata 2hari sebelum hari itu, beliau lebih dulu almarhum. Siapa menyangka, ketika beliau bekerja di sawah.

So, kita patut mengingat kematian. karena itu hal yang paling dekat dengan kita. Dan dengan kita tidak lupa akan hal itu akan membentengi diri untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang Allah.
_wallahu a'lam

0 komentar:

Post a Comment

 

Visitor

Sosial Media




What time is it ?

My Blog List

 
Blowing In The Wind Pink And Green Flower